Oleh: Rosadi Jamani

Di singgasana kuning, bersandar sang raja,
Tak terlihat mahkota, hanya senyum sinis terpeta.
Bukan darah biru, tapi kuasa yang menundukkan,
Dalam satu kedipan, naga kuning pun menyerah, terdiam.

Oh, Raja Jawa, bukanlah dongeng purba,
Titahmu menembus tembok-tembok parpol,
Menggoyang akar beringin tua,
Hingga daunnya berguguran, mengabdi tanpa suara.

Bukan hanya Golkar yang tertunduk lemah,
Partai besar lain pun ikut dalam skema megah,
Merunduk di hadapan kekuatan tak kasat mata,
Di bawah bayangan tajam, tak berani bicara.

Ancaman penjara membayang di ufuk,
Menggetarkan hati para ketua yang dulu perkasa,
Kongres tandingan menjadi momok yang mengintai,
Membuat kursi-kursi panas tak lagi terasa aman.

Para raja kecil di panggung politik,
Sekarang hanya bidak di papan catur sang raja,
Bukan lagi tentang prinsip atau visi,
Hanya mengikuti titah, takut jatuh ke jurang misteri.

Raja Jawa, kau kendalikan takdir mereka,
Dengan tali-tali tak terlihat, kau atur lakon,
Para ketua gemetar, suara pun bergetar,
Tak berdaya, mereka berjalan di atas garis tipis yang kau gambar.

Dalam diam, rakyat terperangah,
Melihat tahta yang tak pernah kosong,
Namun selalu berubah pemilik,
Dengan senyum penuh makna, tanpa perlu bicara.

Raja Jawa, nama yang bergema,
Di setiap ruang, di setiap sudut cerita,
Bukan mitos, bukan legenda,
Hanya kenyataan pahit yang kita telan tanpa sengaja.

Pontianak, 24 Agustus 2024
Rosadi Jamani
#apapundipuisikan