Oleh Luhur Susilo
Guru SMPN 1 Sambong dan Anggota Satupena Kabupaten Blora

Sunan Pojok, atau Pangeran Surobahu Abdul Rohim, adalah tokoh penting dalam sejarah awal Kabupaten Blora. Ia merupakan putra Kyai Ashari dari Sunan Pejagong Tuban. Dalam perjalanan hidupnya, ia dikenal sebagai panglima perang Kerajaan Mataram di masa Sultan Agung.

Selain berperan dalam bidang militer, Sunan Pojok juga aktif dalam penyebaran ajaran Islam. Ia berdakwah di berbagai wilayah pesisir utara Jawa. Keteladanan dan kesalehannya menjadikan namanya dikenang hingga kini.

Suatu ketika, setelah berhasil meredam konflik di Tuban, ia kembali ke Mataram. Namun di tengah perjalanan, ia jatuh sakit. Ia wafat di sebuah tempat yang belum bernama, yang kini dikenal sebagai Dukuh Pojok.

Lokasi wafatnya berada di wilayah yang kini masuk Desa Buluroto, Kecamatan Banjarejo, Blora. Dari peristiwa itu, ia kemudian dikenal sebagai Sunan Pojok. Makamnya semula berada di tempat itu, lalu dipindahkan oleh putranya.

Makam Sunan Pojok kini berada di selatan Alun-alun Blora. Lokasi ini menjadi kompleks pemakaman penting, termasuk makam putra dan keturunannya yang pernah menjabat sebagai Bupati Blora.

Selain sebagai tokoh spiritual, Sunan Pojok juga dikenal sebagai tokoh budaya dan penata wilayah. Dalam perjalanan dari Mataram, ia memberi nama-nama tempat berdasarkan kondisi geografis atau pengalaman perjalanan.

Misalnya, wilayah berlumpur ia beri nama Blora, dari kata belor (lumpur). Tempat membabat hutan disebut Sasak, dan lokasi berjalan perlahan dinamai Alun-alun. Di bawah pohon nangka, ia menamai tempat itu Karangnangka.

Sunan Pojok juga mendirikan Masjid Agung Baitunnur Blora. Masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan simbol warisan Islam di kota tersebut. Hingga kini, masjid itu masih berdiri megah di sebelah barat Alun-alun.

Sebagai tokoh yang dihormati, Sunan Pojok memiliki banyak gelar. Di antaranya: Pangeran Surabahu, Syekh Amirullah Sayyid Abdurrohman, dan Mbah Benun. Masyarakat Blora mengenangnya dengan penuh takzim.

Ia menjabat sebagai Adipati Tuban selama 42 tahun, dari tahun 1619 hingga 1661. Kepemimpinannya dikenal bijak dan berwibawa. Setelah wafat, perannya dilanjutkan oleh para putranya.

Putranya, Raden Sumodito atau Tumenggung Djojodipo, menjadi Bupati pertama Blora. Ia digantikan oleh Joyo Wirya, lalu Joyo Kusumo. Ketiganya dimakamkan di kompleks pemakaman Sunan Pojok.

Makam ini menjadi tujuan ziarah pada malam Jumat Pon dan bulan Suro. Tradisi khoul digelar secara rutin, dihadiri peziarah dari Blora dan luar daerah.

Sunan Pojok tidak hanya meninggalkan warisan spiritual, tetapi juga jejak sosial dan politik. Ia menjadi simbol awal terbentuknya Blora sebagai entitas pemerintahan dan masyarakat Islam yang mandiri.

_______
Rumah Tua, 8 Mei 2025