Oleh: I Ketut Surajaya

Kawan, kolega,
Kok akhir-akhir ini ramai
Perihal sapaan, sebutan
Ada yang rikuh bila sapaan
Disertai dengan jabatan, gelar
Prof. Dr. M.A. Msc. M.H dan seterusnya

Namaku I Ketut Surajaya
Gelar Akademikku S.S, M.A, Dr
Jabatan Fungsionalku
Guru Besar Golongan IV/e
Kini Guru Besar NIDK
Fungsi sama dengan GB aktif
Yang beda gaji lebih cekak

Aku disapa beraneka ragam
Prof.Dr. I Ketut Surajaya, M.A.
Aku tidak rikuh
Pak Ketut tak masalah
Prof. Surajaya tak apa-apa
Prof. Ketut ok saja
Ketut Kyoju ok
Surajaya Hakase boleh saja
Ketut Sensei boleh juga
Ketut tidak apa-apa
Walau jutaan nama depan Ketut di Bali
Bli ketut, adik Ketut, nyaman saja
Papa biasa saja

Kawan,
Aku sering disapa Pak Haji
Padahal aku bukan Haji
Sering juga disapa Mas
Aku tidak rikuh
Kenapa mesti bikin pengumuman
Atau surat edaran perkara
Sebutan nama titel entah apa lagi

Bukankah sudah ad aturan pemerintah?
Kapan sebutan gelar, jabatan
Nama itu dipasang, digunakan?
Bukankah ada situasi dan kondisi
Dalam kontek apa sebutan itu dipakai?
Bukankah ada adat dan kebiasaan
Menggunakan sebutan itu?
Bukankah ada standar baku
untuk sapaan standar KBBI?
Seperti Yang terhormat…
Yang Mulia..saudara, saudari,
bapak, ibu, kakak, adik,
ananda dan lainnya?

Wartawan menggunakan sapaan Embak
Wawancarai ketua Dewan terhornat
Kata Embak sinonim Embok
Embok sapaan untuk pembantu rumah tanggaku sebelum reformasi
Kini diganti asisten rumah tangga
kusapa Embak
Embok sapaanku kepada kakak perempuan

Kawan
Tidak perlu kikuk menggunaan sapaan
Yang penting tahu sikonnya
Kecuali ada intensi lain
Atau memang tidak tahu?
Aneh mengumumkan diri
“Panggil saja saya Mas Menteri”

Depok, 19 Juli 2024