Sepak terjang politik kedua anak Jokowi, yakni: Gibran Rakabuming Raka (36 thn) dan Kaesang Pangarep (29 thn) menjelang penentuan & pendaftaran Capres & Cawapres RI sudah jelas ke publik. Gibran pilih berpasangan dengan Prabowo (PS) setelah menerima tol rekomendasi dari Golkar. Kaesang terima kursi nmr 1, Ketum PSI setelah bergabung 3 hari, tanpa proses recruitment yg wajar (umum/normal). Baik Golkar maupun PSI entah menggunakan aturan baku apa di AD&RT-nya. Manuver dua anak Jokowi dalam hitungan hari (kurang dari seminggu) itu menjadi berita gempita dan menyeret pendapat yang beragam. Jokowi kepada publik pun mengatakan bahwa itu adalah kebebasan, alias “demokrasi.”
Padahal sejak ditolong menjadi Walikota Solo 2 periode, Gubernur DKI 2 tahun, dan Presiden RI 2 periode, Jokowi menyatakan secara gamblang (fulgar) bahwa dia adalah Kader (Petugas) Partai. Artinya, beliau memiliki kadar kharakter disilin, loyal, dan iklas kepada PDIP. Ternyata tidak terlihat, terasa, terdengar dan tercium pada diri Jokowi dalam perilaku & sikap tegasnya, terkait diobok-oboknya Gibran dan Kaesang,
Kubu Prabowo mengakui itu suatu keberhasilan strategi yang amat besar. Bukan hanya PS yg merasa gembira tentang gabungnya Gibran, tetapi sejumlah pihak elit pun ikut memeriahkan. Tak kurang, Luhut P. dan Agum G. yang pernah menelanjangi boroknya PS di kampanyenya Jokowi jilid 2 pun ikut menari-nari, menyambut Gibran untuk amankan bobrok mereka secara berjamaah, agar Mahfud tidak punya kekuatan dan khans nanti untuk mencungkil pantat mereka, jika Ganjar & Mahdud yg akan menang.
Sebaliknya kubu Ganjiar-Mahfud menganggapnya suatu kerugian besar. Salah satu Partai nasionalis yang sangat kesal adalah PDIP.
Maklum, terutama Jokowi dan Gibaran dibesarkan secara istimewa oleh PDIP.
Pemilih milenial yang kurang peka atau belum sadar dan paham tentang kompleksitas kepemimpinan Nasional di level kepresidenan dan kementerian Nasional & Internasional serta tidak paham juga inner capasity, kecakapan, intelektualitas, profesionalitas dan pengalaman Gibran yang minim, ikutan mengidolakannya tanpa was-was sedikit pun terhadap resiko besar yang sedang menghadang, yakni skenario elit politik pendukung Prabowo-Gibran.
Gibran plinplan, bahkan membohongi publik bahwa ia adalah Kader PDIP. Dia menjual narasi program kacang-kacangan atau instant yang sudah ditepis (counter) oleh Sri Mulyani yang paham betul soal Keuangan Negara. Itu bukti bahwa kapasitas Gibran belum memadai untuk level Keoresidenan.
Ini giringan halus (under ground) kubu besar PS & Gibran, bagaikan masa depan bangsa & negara RI yang sedang dijudikan.
Calvin Mansnembra, SE.,MBA
Wakil Bupati Biak Numfor/ PDIP Provinsi Papua