Oleh: Esthi Susanti

Hari ini setahun sudah saya menjalani fase kedua hidup saya. Fase kedua dengan tujuan memperkuat roh, mulai melepaskan ikatan dengan urusan duniawi. Hasil sudah bisa saya ceritakan. Pertama saya berhasil melepaskan kemarahan diperlakukan tidak adil dan semena-mena oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan lembaga. Saya terbebas dari rasa terpuruk yang bisa hancurkan mental karena masalah eksistensial. Bangunan hidup saya hancur luluk latak karena pilihan pindah ke Salatiga.

Kedua saya semakin menemukan jalan hidup baru setelah bongkar pasang beberapa kali ide jalan literasi. Pada prinsipnya saya jalani pengabdian pada Tuhan melalui jalan literasi dengan dukungan pihak lain maupun tidak. Belum waktunya saya undur dari ruang publik. Waktu dan kesempatan yang diberikan, akan saya gunakan dengan semaksimal mungkin dan dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya.

Tahun lalu saya gunakan budaya Tumbuk Ageng untuk memformat ruang sosial saya. Cara ini berhasil. Tahun ini saya menformat hidup saya dengan membangun disiplin kerja dengan saya memulai kerja menulis sejak jam 1 tadi. Tekat saya adalah menyelesaikan buku memoar Pak Michael Utama Purnama dengan judul “Menjadi Garam Dunia” di hari ulang tahun saya ini.

Saya berhasil menemukan format menulis tentang seseorang dengan basis kejujuran dan tradisi penulisan sejarah. Validasi apa yang saya tulis adalah pemilik pengalaman dan para saksi dari perbuatan orang yang saya tulis. Ruang sosial dari proses ini adalah dialog tentang kebenaran yang dipersepsikan. Di ruang ini muncul perbedaan persepsi yang saya selesaikan dengan merefleksikan tentang kebenaran yang terjadi. Juga ada dialog dengan pemilik pengalaman dengan bicara dari segi fakta dari sudut pandang orang lain. Hasilnya adalah penulis dan yang ditulis merasa puas dan belajar dari kehidupan yang dijalani.

Meski hidup saya tidak mudah setahun ini karena hitungan survive yang luput sebagai ujian namun saya sujud bersyukur pada Sang Pemberi Hidup. Iman saya kepadaNya telah kembali seperti ketika pertama kali saya mendapatkan iman tersebut. Jalan ilmu pengetahuan dan pengalaman telah merenggut iman itu sebagian besar. Iman saya kembali dengan menemukan kesejatian yang bisa dirasakan di luar energi sugesti maupun logika. Kembalinya iman yang dikaruniai kepada saya adalah sumber kekuatan yang lebih dari cukup untuk menghadapi hidup yang tersisa. Untuk ini saya ucapkan terima kasih pada semuanya. Semoga saya bisa berbagi pemikiran yang akan membawa dunia menjadi tempat bahagia dan damai untuk semuanya.