Oleh: Stefi Rengkuan

Baru hari ini saya bisa menulis sedikit untuk mengenang kepergianmu ini. Ya kau pergi pas masih pada hari Minggu Kerahiman Ilahi, kemarin. Bagi orang beriman Katolik itu adalah hari khusus dalam kalender liturgi untuk merayakan kasih setia Tuhan yg maha rahim, maha pengampun dan maha memberi. Seolah tak cukup seluruh hari dalam kalender menyingkap dan menegaskan juga sisi kerahiman Allah yang maha semuanya. Anak bungsumu memberi saat kau memberi diri dipanggil menghadap sang Penciptamu, sekitar jam 20:35. Ya hari sudah malam di belahan bumi dimana kau terakhir hirupkan dan hembuskan nafas akhir, di sebuah rumah sakit tertua yang dikelola oleh para suster Yesus Maria Yosep di Tomohon, tanah Minahasa, Sulawesi Utara.

Hari Minggu Kerahiman Ilahi kiranya telah menjadi hari yang istimewa untukmu teakhir meminta pengampunan supaya diampuni, memberi pengampunan supaya diampuni. Kau meminta apapun yang baik untuk diberi olehNya, termasuk untuk meminta dilepaskan dari segala penderitaan dan kerapuhan selamanya karena sakit penyakit yang kau alami bbrp tahun terakhir ini. Hari engkau memberi dan mengembalikan hidupmu kepada sang Khalik alam semesta. Engkau memberi dan menerima di akhir hidupmu, karena telah berjuang dengan penuh semangat dan berani menjalani ritual manusiawi ilahi, menerima dan memberi, sampai akhirnya. Tiada waktu untuk menahan dan menolak apa yang semestinya terjadi, apalagi bila saatnya tiba.

Pada pekan suci lalu, dalam keadaan menutup mata dan tak bisa lagi lurus menegakkan wajah, engkau masih sempat berkisah di kamar tidurmu tentang dua panji yang kau gumuli, tarik menarik satu dengan yang lain, namun toh selalu kau kembali ke panji Tuhan jua, melalui iman harap kasihmu yang kau warisi dan pelihara dengan sebaiknya. Itulah pertemuan akhir yg paling dekat engkau bercerita apa adanya kepadaku.

Kau memang mengeluhkan beberapa tindakan ketidakadilan dan kemalangan hidupmu dalam ketakberdayaan sakit penyakit, namun kau selalu kembali ingat dan mendekat pada kasih setia Tuhan, kau mendoakan banyak hal termasuk semua anak cucumu, isterimu, dan kakak adikmu, bahkan semuanya. Kau merasa tak layak, kadang kasar dan keras, namun kau berusaha menghayati sakitmu sebagai silih kecil untuk dirimu dan keluarga besarmu di masa lalu. Saya boleh percaya bahwa kau lulus mengakhiri gerakan bandul kehidupanmu itu, walau engkau mungkin ketakutan dan merasa sendirian, kau berhenti dalam kecenderungan bahkan posisi bandul menghadap pada Tuhan sendiri.

Beberapa bulan terakhir kau sudah mulai menyerah untuk latihan fisioterapi atas sebagian fisikmu yg sudah lemah karena stroke, padahal kau sangat bersemangat untuk sembuh pulih kau jalani lama sekali. Mungkin bukan menyerah atau malas masa bodoh, tapi mulai lebih pasrah dan merasa saatNya sudah mendekat atau apapun, kau butuh tanda-tanda. Kata Virgi anak keduamu, kau sudah tenang untuk pergi selamanya setelah kau berhasil mendapatkan kembali dua jaminan tanah rumah kebunmu dari bank, setelah melunasi semua pinjaman yg bertahun-tahun reskedul bbrp kali, sejak kau tak mampu bekerja lagi karena sakit penyakit. Kata Hendro anak tertuamu, melunasi hutang di bank adalah sebuah prestasi dan kiranya engkau akan kembali bersemangat untuk mau mengikuti perawatan medis lagi. Namun kenyataan berkata lain, dan kami hanya mengira-ngira apa sesungguhnya yang terjadi, hanya Tuhan sendirilah yang mahatahu saat yang tepat untukmu.

Sekedar refleksi pribadi atas pinjaman uang di bank itu, pertanyaan utama untuk apa semuanya? Kau meminjam uang di bank untuk membeli mobil sebagai alat menjalankan bisnis barumu, bolak-balik membawa barang dagangan untuk diperjualbelikan di dua kota, antara Kotamobagu dan Tondano. Bisnis yang menjanjikan ternyata membawa resiko fisik yang membuatmu masuk angin dan sakit yang mengakhiri aktivitas pekerjaanmu. Tak ada yang bisa melanjutkan karena memang kau sendirilah yang menjadi pekerja utamanya. Cicilan bank tetap mesti dibayar. Mobil dijual pun tetap tidak cukup, karena banyak kebutuhan lain terutama mengongkosi sakit penyakitmu itu, walau sudah dibantu dengan dana BPJS. Maksud hati untuk menaikkan pendapatan, malah berujung pada pengeluaran lebih besar karena sumber penghasilan memang berhenti.

Untuk apa semuanya itu? Ya nampaknya semua keinginan dan usaha kita tidak selamanya sesuai rencana awal. Tapi semua sudah terjadi, refleksi lanjutnya adalah apa yang bisa kuaangkat untuk memaknai sikapmu untuk mesti melunasi hutangmu itu, pun dalam keadaan yang sulit?

Mungkin karena kau tak mau pergi dengan menanggungkan segala hutang kepada isteri dan anak cucumu. Walaupun mereka pasti dengan rela akan menanggungnya jua, apalagi dua jaminan surat tanah rumah dan kebun itu nilainya masih jauh di atas pinjaman.

Mungkin juga kau sebagai orang yang pernah berprofesi tukang blante atau mediator jual beli, kau tetap berkalkulasi obyektif bahwa kau bisa tambah merugi kalau mengikuti aturan resmi pihak bank karena pihak bank adalah institusi bisnis bukan sosial karitatif. Bank tidak akan pernah berbelaskasih untuk memutihkan sisa pinjaman, walaupun kau termasuk basabah yang setia dan sudah bbrp kali menyelesaikan pinjaman tepat waktu. Yang bisa diusahakan mungkin negosiasi mengurangi bunga bank, dan itupun bank selalu ada hitungan tersendiri dan jelas sekali mereka tidak pernah punya standard neraca belas kasih, selain menghindari kerugian dan memperbesar keuntungan.

Bisnis kredit berbunga dan kegagalan pengembalian itu yang sudah menjadi fenomena umum di kampung halamanmu. Ada banyak keluarga dan masyarakat umum yang mesti reskedul cicilan sampai batas kemampuan minimal, toh bahkan beberapa aset mereka sudah diambil alih pihak bank, terutama di masa pandemi covid yang berlangsung ca 2 tahun, bahkan masih dirasakan dampak negatifnya, karena sumber-sumber penghasilan menurun bahkan hilang. Bagaimana dengan pinjaman lewat industri keuangan seperti pegadaian dan pembiayaan lainnya? Juga bagaimana dengan yang namanya koperasi simpan pinjam, resmi maupun tak resmi? Bagaimana dengan rentenir?

Mungkin juga sebagai tanda kau mau mengajari anak cucumu untuk berani dan rela bertanggungjawab atas semua konsekuensi tindakan apapun yg telah dibuat, bukan hanya dalam hal material tapi juga norma perbuatan lainnya.

Kembali di tataran iman beta berefleksi bahwa di hari Minggu Kerahiman engkau pergi untuk mengingatkan anak cucumu dan keluarga besarmu dan semua saja bahwa kasih setia Tuhan Yesus itulah andalan kita, kita boleh berusaha dengan segala kemampuan termasuk keberanian dan kerelaan untuk meminta maaf supaya dimaafkan, mengampuni supaya diampuni oleh Yang Maharahim. Kemampuan untuk melihat syukur dalam segala hal, pun dalam kekurangan dan kerapuhan hidup. Mohon maaf juga saya dan kami semua yang telah melukai dan membuatmu tambah menderita khususnya selama kau menanggung sakit penyakitmu itu. Terimakasih atas semua teladan doa dan kebaikanmu jua.

Selamat jalan, kakak Esen, menuju surga kekal. Di sana tak ada lagi hitung-hitungan ala manusia itu, karena semuanya gratis sejak Allah sendiri menjelma, dalam diri Yesus sang putera, melunasi segala hutang dosa manusia melalui korban salibNya. Dia naik ke surga untuk menyiapkan tempat dan ada banyak tempat di rumah Bapa surgawi. Doakan kami yang masih berziarah di dunia fana ini bila engkau sudah dalam persekutan para kudus surgawi, semoga kami selalu mendengarkan suara Roh yang sudah ditanamkan jua dalam diri kami orang beriman. Aleluia.

 

Doc. Foto