Suster Anthonia Batseran TMM, yang sehari-hari dikenal sebagai suster penyembuh kanker, itu pada hari ini, Selasa (1/8/2023) telah pergi untuk selamanya. Ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Kedua tangannya terkatup erat memegang Rosario suci, dengan mata tertutup tenang. Rasa dukacita itu terpatri pada wajah para suster Tarekat Maria Mediatrix (TMM) dan umat yang mencintainya.

Sejak dirinya mendapatkan kharisma menyembuhkan penyakit kanker, Suster Anthonia memiliki “jam terbang” yang padat. Sehari-hari ia harus melayani pasien yang telah menghubunginya, selain memiliki jadwal tetap di beberapa tempat guna mengadakan pengobatan. Tentu saja ini bukan tugas yang ringan, karena usianya sudah bukan muda lagi. Ke mana-mana, dalam pelayanan orang sakit, dia selalu ditemani suster setarekatnya. Mereka diutus bersama-sama dalam melakukan pelayanan itu. Tak mudah menemukannya bila kita bertandang ke susteran tanpa lebih dahulu membuat kontak.

Sejak pagi hingga malam, Sr. Anthonis berkeliling sambil berbuat baik. Banyak pasiennya yang telah sembuh. Mereka merasakan kesembuhan itu berkat iman Sr Anthonia TMM. Sudah puluhan tahun ia melakukan tugas pelayanan itu.

Ia diundang kemana-mana untuk menyembuhkan mereka yang sakit. Tak pernah ia mengeluh lelah walau jam terbangnya cukup tinggi, pergi ke Papua, Maluku, Kalimantan, Surabaya, Bandung, Semarang dan sebagainya. Hingga kini sudah banyak orang yang ia sembuhkan dengan obat ramuannya dan kekuatan sinar yang dimilikinya.

Bermula ketika ia sebagai suster muda yang ditugaskan di Dobo, Kepulauan Aru. Kala semangatnya kian membara melayani sesama, tiba-tiba pada tahun 1983 ketahuan ia menginap kanker payudara. Proses pengobatan pun dimulai, walau tak bisa mengharapkan sebuah pelayanan medis yang memadai di daerah terpencil penghasil utama mutiara itu.

Dari hari ke hari rasa sakit sungguh makin ia rasakan. Sebagai suster muda, ia kecewa dengan penyakit yang menyerang fisiknya itu. Dokter sudah ia datangi, tapi tak ada tanda-tanda kesembuhan.

Demikian pula ia meminta pengobatan tradisional dari masyarakat setempat, toh semuanya tak memberi sinyal keberhasilan. Apa yang bisa diharapkan dari pelayanan medis di Dobo?

Melihat kondisinya yang kian parah, Pimpinan Tarekat Maria Mediatrix memberangkatkannya ke Ambon dengan harapan akan ada pelayanan yang lebih baik. Di saat-saat seperti itu, ia tak bisa lagi berharap banyak untuk sembuh total.

Hari-hari penderitaannya itu diisi senandung doa tiada henti: sebuah kepasrahan total kepada Tuhan. “Apa yang mau terjadi, terjadilah”, gumam biarawati asal Tanimbar itu. Penderitaan itu membawanya makin dekat dengan Tuhan. Suster Antonia sadar, mungkin ini jalan Tuhan melibatkan dirinya untuk mengalami derita Kristus.

Suatu ketika, dalam kondisi sakit, Suster Anton harus berangkat mengikuti retret persiapan kaul kekal di Salatiga bersama beberapa suster TMM lainnya. Pada saat itulah ia tak tahan lagi dengan sakitnya. Ia dibawa ke Rumah Sakit Elisabeth, Semarang.

Dokter yang menanganinya melihat bahwa kankernya itu sudah ada pada stadiun yang tak bisa ditolong lagi secara medis. Suster Antonia sendiri mau supaya ia dioperasi saja, tidak dikemoterapi lagi. Mereka berdebat. Suster bilang dioperasi saja, dokter bilang harus dikemoterapi.

“Kalau kamu tak mau dikemo, ya pulang saja dan mati di Ambon sana”, bertutur Suster Anton meniru kata-kata getir yang keluar dari mulut dokter. Mendengar “vonis mati” itu suster Antonia bukan tambah sedih, tapi ia marah. Ia bangkit dan menghadap dokter tersebut.

Dengan tangan menunjuk ke arah dokter, Suster Antonia berkata, “Awas kamu, kalau saya ke Ambon dan ternyata saya bisa sembuh, maka saya akan balik mencungkil matamu”. Ia tidak sekadar marah, tapi ia memberontak terhadap “vonis manusia”. Bukankah Tuhan yang lebih berkuasa, gumamnya dalam hati.

Di Ambon ia masih yakin bahwa Tuhan akan menyelamatkan dirinya. Lalu dokter Wayan mengoperasinya. Inilah operasi yang ke-8. Setelah operasi itu, Suster Antonia lebih banyak meminum ramuan yang dibuat oleh seorang saudaranya. Akle Ivakdalam, seorang guru di Saumlaki.

Akle mengetahui ramuan itu berdasarkan mimpi. Dalam mimpi itu ia diminta seseorang untuk segera mengambil tanaman benalu yang menempel di pohon jeruk Bali dan pohon Kapuk. Daun benalu itu kemudian direbus dan diminum. Mimpi seperti itu diceritakan ke telinga biarawati yang sudah lama terbaring di tempat tidur itu. Sungguh sebuah keajaiban terjadi. Setelah meminum ramuan itu beberapa kali, Suster Antonia jadi sembuh, bahkan sembuh total.

Pengalaman berahmat itu tidak ia pendam dalam hatinya saja. Ia ingin orang lain yang menderita kanker payudara seperti dirinya juga sembuh. Sejak itu suster Antonia mulai menyibukkan dirinya dengan membuat ramuan. Orang satu demi satu ia sembuhkan. Ketika ia mulai mengobati orang sakit, pada saat-saat itu juga ia mulai merasakan sesuatu terjadi pada dirinya. Ia mendapat karunia khusus lain, yakni kemampuan menyembuhkan orang dengan sejenis tenaga prana.

Setiap pasien ia pijat terlebih dahulu, kemudian ia meletakkan tangannya di atas tubuh pasien itu, memprananya sambil didoakan. pasien itu pun sembuh. “Saya tidak kursus prana, tapi tiba-tiba saya bisa sembuhkan orang di tempat”, ucapnya menjelaskan.

“Pertama kali saya menyembuhkan seorang suster Klaris, Sr. Margareta. Ia pingsan dan tak sadarkan diri selama tiga hari. Sebenarnya saya juga heran saya bisa menyembuhkan dia. Tapi apa pun yang saya lakukan, doa pegang perang penting. Karena, bukan saya yang menyembuhkan, tetapi Tuhan sendiri selamatkan pasien itu” tutur biarawati yang senang dengan anak-anak kecil itu.

“Saya hanya seorang mediatrix, pengantara. Saya membawa orang lain kepada Tuhan. Itulah tugas perutusan saya sebagai seorang biarawati TMM”, paparnya kala itu.

Dia melayani siapa saja yang sakit. Cintalah yang mendorong ia bekerja. Kasih itu membuat ia merasa senang. Dengan semangat mencinta yang diperlihatkan Yesus dan Bunda Maria, Suster Antonia juga ingin orang lain hidup bahagia. Hatinya selalu tergerak untuk menolong.

“Ke mana saja saya tidak takut, karena saya yakin Bunda Maria ikut mendampingi dan mendoakan saya”, katanya dengan nada riang. “Bukan saya yang menyembuhkan, tapi Kristus yang memberi kesembuhan itu” tuturnya.

Berkat karunia khusus yang dimilikinya itu kini ia diminta mengobati pasien ke pelbagai tempat, sampai ajal menjemputnya pada awal Agustus 2023 ini. Selamat Jalan, Suster Anthonia Batseran TMM. Jasamu selalu dikenang.

 

Stef Tokan