Kata orang, Papua adalah sepotong surga kecil yang jatuh ke bumi. Banyak sastrawan dan penyanyi pun telah menciptakan berbagai syair dan lagu tentang keindahan negeri Papua. Di awal tahun 2000-an, ketika masih bekerja di LSM internasional WVII dan juga Badan PBB UNDP, saya sering mendengar cerita rekan rekan kerja, baik staf staf nasional terutama staf staf asing, bahwa Papua adalah negeri yg sangat indah. Mereka bilang alamnya sangat indah, musik dan budayanya luar biasa. Di tahun 2008, tiga Bupati hebat mendesain suatu kerjasama pengembangan pariwisata bersama, semacam “triangle common tourism destination”(segitiga tujuan pariwisata bersama). Ketiga Bupati hebat itu adalah; Markus Wanma Bupati Raja Ampat Papua, Hein Namotemo Bupati Halmahera Utara Maluku Utara, dan R.Hugua Bupati Wakatobi Sulawesi Tenggara. Masing masing kabupaten dengan potensi keindahan pariwisata yang luar biasa. Salah satu terobosan dari ketiga Bupati ini adalah membawa timnya masing masing ke event internasional DEMA (Diving Equipment Marketing Association) SHOW di Las Vegas, Nevada, USA, Oktober 2008. Di Gedung raksasa Las Vegas Convention Center, ketiga kabupaten ini membuka stand, menggelar presentasi tentang keindahan pariwisatanya masing masing. Saya turut hadir pada event ini sebagai translator presentasi dari Bupati dan Tim Halmahera Utara.
Beberapa point penting yang menjadi catatan saya setelah presentasi dan diskusi adalah; pertama, orang orang bule sangat menekankan situasi keamanan dari tempat yang dikunjungi. Gangguan keamanan sekecil apapun, pasti akan membuat mereka berpaling dari tempat yang mau dituju, tak peduli sebagus apapun tempat itu. Kedua, mereka selalu menanyakan detail informasi tentang transportasi dan akomodasi, hotel dan restoran di tempat wisata yg mau dituju. Mereka sangat menekankan kepastian tentang ketersediaan fasilitas ini. Maka kamipun sadar, siapkanlah dulu tempatnya sebaik mungkin barulah melakukan promosi. Ketiga, karena sudah terbiasa dengan budaya hidup bersih, mereka pun sangat menekankan kebersihan dari fasilitas fasilitas yang akan mereka pakai, seperti hotel, restoran, dan fasilitas lainnya.
Hal penting lainnya adalah, orang orang bule ini juga sangat menekankan pentingnya informasi, selengkap lengkapnya tentang daerah yang mereka kunjungi. Maka alangkah bagusnya, jika selain menggunakan media sosial untuk promosi, dibangun pula di setiap kabupaten “Tourism Information Center” (pusat informasi pariwisata). Secara resmi menjadi satu unit pelayanan dari Dinas Pariwisata. “Tourism Information Center” dapat pula dimanfaatkan sebgai tempat magang latihan bahasa inggris para pelajar dan mahasiswa pariwisata. Mereka berlatih sopan santun dalam menyambut dan melayani tamu, mereka belajar berkomunikasi dalam bahasa inggris, menjelaskan berbagai hal tentang destinasi wisata di daerahnya. Idealnya unit ini tidak berada di dalam kantor Bupati, tetapi dibangun di lokasi strategis dalam kota yang mudah dilihat dan dikunjungi kaum wisatawan tanpa harus terganggu hiruk pikuk pelayanan birokrasi.
Ketiga Bupati hebat yang merancang konsep “segitiga tujuan pariwisata bersama” itu sekarang sudah tidak berkuasa lagi, tetapi setidak-tidaknya konsepnya masih bisa dikembangkan dan dipakai. Tak hanya kerjasama promosi pariwisata antar tiga kabupaten di Papua, bisa lebih. Masing masing kabupaten dengan pesona budaya dan keindahan alam yang berbeda dari kabupaten lainnya. Maka banyak kabupaten akan dipromosikan dan merasakan manfaat bersama dari program kerjasama ini.
Selama ini terkesan bisnis pariwisata adalah bisnis kaum elit lewat pembangunan hotel-hotel dan restoran yang dilengkapi berbagai fasilitas mewah. Muncul pertanyaan, bisakah bisnis pariwisata dibangun sebagai bisnis rakyat? Bisa! Tidak semua turis asing adalah mereka yang berasal dari kaum kelas atas atau orang orang kaya raya. Banyak sekali yang masuk kategori “back packers” orang orang biasa yang berjalan kesana kemari dengan membawa ransel di punggungnya. Jangan tertipu, meskipun penampilannya hanya dengan memikul ransel dan lebih banyak berjalan kaki kesana kemari, tetapi mereka juga membawa banyak uang. Mereka lebih suka berada lebih lama di tempat yang mereka suka. Bagaimana masyarakat diarahkan untuk menangkap peluang ini? Bangunlah homestay homestay, rumah rumah penginapan yang kecil, buatlah kamar kamar tambahan yang bagus dengan kamar mandi dalam, tetapi dengan disiplin memperhatikan kebersihan dan kerapihan. Maka kelompok besar kaum wisatawan pembawa ransel yg menghindari hotel hotel besar, akan menjadi pangsa pasar masyarakat. Model penginapan “kamar tambahan” dalam rumah ini pernah menjadi bisnis yang laris manis oleh penduduk kota kecil Medjugorje Jugoslavia ketika berkalikali terjadi penampakan Bunda Maria di Kota itu pada tahun 1980 an. Jumlah hotel terbatas, peziarah yang datang ribuan orang. Maka rumah rumah penduduk menjadi satu satunya alternatif pilihan.
Pemerintah daerah dapat mendukung bisnis pariwisata kerakyatan ini dengan menciptakan event even festival bertaraf internasional. Libatkan masyarakat dalam membuat dan menjual cinderamata untuk para tamu, bila perlu Panitia atau Pemerintah Daerah memborong semuanya. Maka rakyat Papua akan merasakan keuntungan yang nyata dari suatu hingar bingar festival pariwisata internasional di daerahnya. Jika rakyat sudah merasakan keuntungan bidang pariwisata, maka partisipasi mereka untuk turut menjaga kebersihan dan keindahan kota, akan terjadi secara otomatis.
Sail Teluk Cendrawasih dengan ide cemerlang Bupati Biak Numfor Herry Ario Naap, S.Si.,M.Pd di tahun 2023 mampu merangkul tiga kabupaten dalam mana berbagai tahapan seperti festival Biak Munara Wampasi, Snap Mor dan berbagai kegiatan bertajuk promosi wisata menuju puncak Sail Teluk Cendrawasih pada bulan November mendatang, merupakan salah satu model wisata rakyat di Papua, tentang bagaimana meningkatkan pendapatan ekonomi rakyat di bidang pariwisata.
Ferry Bataona