Kebersamaan para frater STFT, katekis, dengan umat Kombas Siprianus Wilayah Sisilia, Paroki Sta. Maria Biak

Oleh: Maikel Ngamel

Hadirnya era digital membombardir seluruh sifat dan cara beripikir manusia sekarang ini. Bahkan sarana-sarana digital dapat ditambahkan sebagai bagian dari kebutuhan dasar manusia seperti makan dan minum. Meski toh ada manfaatnya ketika pada situasi-situasi tertentu mempermudah sautu pekerjaan misalnya, di dunia perkantoran, pendidikan dan lain-lain (dll). Tetapi juga melemahkan kesadaran diri manusia yang lalai mempergunakan alat atau sarana digital.

Konteks tulisan ini didasarkan pada fenomena yang sering terlihat pada sebagian umat Katolik saat mengikuti perayaan Ekaristi di hari Minggu yaitu kecenderungan mereka untuk sibuk ‘mengotak-atik’ handphone selama misa berlangsung. Dari sini, muncul pertanyaan reflektif bagi saya untuk dijadikan sebuah judul tulisan: “Tuhan, bolehkah aku berelasi dengan-Mu menggunakan handphone?” Terlebih pertanyaan tersebut membawa saya pada pernyataan Robert Mugabe yang mengatakan, “Lebih baik duduk di bar sambil memikirkan Tuhan daripada duduk di gereja sambil memikirkan bir.” Pernyataan ini menggugah pemikiran saya tentang kehadiran batiniah yang sejati dalam hubungan kita dengan Tuhan. Apakah teknologi, dalam hal ini handphone, mendukung atau justru mengalihkan perhatian kita dari relasi yang lebih mendalam dan penuh kesadaran dengan Tuhan?

Hadir dalam perayaan Ekaristi belum tentu memastikan kesadaran orang berelasi dengan Tuhan secara intim. Kejenuhan, kebosanan serta kepentingan dibalik hadir untuk mengikuti Ekaristi terlihat secara jelas bagaimana sikap atau gesture yang dibuat-buat, misalnya: tengok ke kiri atau ke kanan pada momen-monen sakral (konsekrasi) atau yang lebih viral mempergunakan handphone pada momen-momen yang sebenarnya fokus serta perhatian penuh mengarah pada imam yang adalah wakil Kristus, melaksanakan misteri iman. Apakah seorang ateis yang tidak ber-Tuhan tetapi tahu bagaimana cara berelasi dengan “Yang Ilahi” lebih baik daripada orang yang ber-Tuhan namun banal keimanannya?

Penggunaan sarana digital seperti handphone dalam konteks perayaan Ekaristi menimbulkan perdebatan di kalangan otoritas Gereja. Di satu sisi, handphone memberikan akses mudah kepada umat Katolik terhadap aplikasi-aplikasi yang mendukung perayaan Misteri Kristus, seperti E-Katolik dan Brefir. Namun, di sisi lain, penggunaan handphone yang tidak tepat—misalnya untuk membuka WhatsApp, Facebook, dan aplikasi lain yang tidak relevan—dapat mengganggu perhatian dan kesakralan perayaan Ekaristi.

Pertanyaan yang patut direfleksikan adalah sejauh mana handphone dan teknologi digital lainnya berperan penting dalam memperdalam relasi keintiman dengan Tuhan? Ataukah, seperti yang dikatakan oleh filsuf Ludwig Feuerbach, bahwa Tuhan dalam agama Kristen hanyalah proyeksi imajinasi manusia, sebuah konstruksi yang lahir dari keterbatasan kita, di mana kita menyerahkan segala kendali kepada-Nya tanpa kesadaran mendalam tentang siapa Dia sebenarnya?

Hal ini mengingatkan kita pada pandangan Nietzsche yang kontroversial bahwa “Tuhan sudah mati”—sebuah pernyataan yang mungkin mencerminkan kondisi spiritual yang kosong, di mana manusia hidup tanpa kesadaran sejati akan kehadiran Tuhan, dan bahkan menyikapinya dengan sikap yang sembarangan dalam kehadiran-Nya. Apakah dalam situasi ini, kita hanya bereksistensi di hadapan Tuhan tanpa rasa hormat yang sejati?

Tuhan boleh aku berelasi dengan Mu menggunakan handphone, ya tentu tidak. Mengapa demikian? Hubungan relasi yang intim dengan Tuhan tidak memerlukan sarana digital. Ia bukan ‘manusia digital’ yang diberi pertimbangan-pertimbangan atau kemungkinan-kemungkinan dari pihak manusia atas kegunaan sarana digital untuk menciptakan relasi yang mendalam dengan-Nya. Kita tahu, mengerti dan memahami kegunaan handphone dalam realitas kehidupan masing-masing. Namun pengetahuan, pengertian, pemahaman yang kemudian menjadi daya timbang, boleh atau tidak, tidak seharusnya ditempatkan pada saat perayaan Ekaristi. Karena Tuhan bukan ditemukan dalam fitur-fitur digital. Dengan demikian, masuklah ke dalam diri sendiri dan berelasilah dengan-Nya secara intim.

 

Dok. Foto