Penelusuran Suara Anak Negeri ke SMK Negeri 1 Pariwisata Biak Numfor menurunkan dua tulisan dengan judul “SMEA Negeri 1 Riwayatmu dulu” dan  tulisan kedua berjudul “SMK Negeri 1 Pariwisata Riwayatmu Kini” bertujuan agar pembaca dapat melihat perbedaan penyebutan nama pada sekolah yang sama dalam perkembangan sampai kini.

Perubahan Nama SMK Negeri 1 Biak Menjadi SMK Negeri 1 Pariwisata

Menurut Alberto, Landasan yuridis formal UU Nomor 23 Tahun 2014 jo UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berdampak pada Kebijakan Pemerintah terkait penanganan urusan SMA/SMK menjadi kewenangan setiap provinsi, misalnya Papua dan Papua Barat sebelum dimekarkan menjadi enam provinsi.

Salah satu dampak pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 adalah perubahan nama dari SMK Negeri 1 menjadi SMK Negeri 1 Pariwisata Biak Nunfor. Perubahan nomenklatur itu terkait spesialisasi output lulusan pada konsentrasi pariwisata yang digaungkan sebagai pemasuk devisa terbesar bagi negara.

Dampak itu juga dirasakan di Papua dan Papua Barat di mana seluruh urusan SMA/SMK menjadi urusan Provinsi termasuk pengalokasian dana operasional sekolah dan manajerialnya. Belum lama berjalan tepatnya di awal tahun 2023 dikembalikan semua urusan ke Kabupaten/Kota dan sudah barang tentu berdampak pada kinerja pendidik dan tenaga kependidikan di lapangan.

Kondisi objektif SMK Negeri 1 Pariwisata Biak

Sistem manajerial dengan mengacu pada perubahan regulasi tidak selamanya menguntungkan pelaku dunia pendidikan termasuk SMK Negeri 1 Pariwisata Biak Numfor. Kendala budgeting seperti dipaparkan di atas, oleh Alberto Simopiaref tidak begitu berdampak positif bagi keberadaan sekolah yang jauh dari jangkauan siswa dari pusat kota Biak.

Alberto memformulasi kondisi objektif seperti semakin menurunnya minat orangtua menyekolahkan anaknya di SMK Negeri 1 Pariwisata Biak salah satu faktor adalah performance sekolah dalam banyak hal yang tidak lagi menjadi daya pikat. Fasilitas laboratorium, ruang kelas keahlian dari kompetensi keahlian sangat memprihatinkan.

Fenomena Penerimaan Siswa Baru 2023/2024  

Alberto menuturkan, “Sejak pendaftaran dibuka pada tanggal 19 Juni sampai 11 Juli 2023 (16 hari efektif), terdaftar 72 calon peserta didik yang menyelesaikan administrasinya. Sekolah kita terdiri atas 5 kompetensi keahlian, jika minimal peserta didik pada 1 rombel berjumlah 20 orang, maka jumlah calon peserta didik yang ditargetkan sebanyak 100 orang”.

Hal ini berarti terdapat kekurangan 28 orang lagi. Sementara itu rata-rata pendaftar tiap hari sebanyak 4 atau 5 orang (72 orang dibagi 16 hari efektif), sedangkan waktu pendaftaran tersisa 4 hari lagi. Alberto mempertanyakan, “Apakah target 28 orang tersisa ini dapat digapai pada 4 hari tersisa ini? Tidak ada yang dapat dipastikan. Jika ternyata ada yang mendaftar lagi dan jumlahnya tidak mencapai target, maka beberapa konsekuensi logis yang ditimbulkan”.

Apa Saja Konsekuensi Logis Dari Berkurangnya Jumlah Siswa Baru?

Konsekuensi logis menurut Alberto, “Pertama, hanya akan terdaftar 4 rombel/kelas, 1 rombel terdiri dari 18 orang (72 orang dibagi 4 rombel), yang mestinya 1 rombel terdiri dari 20 orang. Terdapat 46 jumlah jam pelajaran hilang, hal ini berdampak pada banyak guru yang akan kehilangan jam pelajarannya. Kedua, Penerimaan dana BOS akan berkurang. Seandainya uraian di atas benar-benar terjadi, Alberto menyarankan, guru-guru bersertifikasi agar segera menghitung bayangan jumlah jam pelajaran yang akan diperoleh”.

Ketiga, hal lain yang tidak boleh diabaikan juga adalah jika guru yang memiliki tugas tambahan akan mengambil kembali tugas tambahannya itu untuk dipakai sehingga memenuhi jumlah jam minimalnya, maka guru-guru bersertifikasi yang selama ini meminjam tugas tambahan itu dapat mencari sekolah lain untuk memenuhi kekurangan jam pelajarannya.

Alberto mengimbau rekan-rekan guru SMK Negeri 1 Pariwista, “Mengingat tahun pelajaran 2023-2024 telah dimulai sejak tanggal 10 Juli 2023, maka kemungkinan besar pembagian tugas mengajar di setiap sekolah akan segera dilaksanakan. Oleh karena itu masing-masing guru yang mendapat hitungan bayangan jumlah jam pelajarannya tidak mencapai jumlah minimum dapat berkoordinasi dengan sekolah lain. Jika ada guru bersertifikasi yang mengabaikan penyampaian saya ini, dan di kemudian hari tidak menerima tunjangan sertifikasi TPG, maka hal itu bukan kesalahan wakasek kurikulum/operator dapodik”.

 

Paulus Laratmase