Alex Runggeary

Pada 2019 Panitia Nobel Sastra Swedia memutuskan memberikan Hadiah Nobel tersebut kepada dua pemenang, Olga Tokarczuk asal Polandia dan Peter Handke asal Austria. Mengapa ada dua pemenang karena mereka menggabungkan pemenang pada 2018 yaitu Olga dan Handke 2019. Pada 2018 tidak ada acara seleksi dan pembagian hadiah Nobel karena ada masalah internal. Novel Olga – Drive your plow over the bonus of the dead (2009) – Sedangkan Handke – A Sorrow Beyond Dreams –

Terjadi kontroversi pada pemilihan Handke karena dia rajin membela rezim Slobodan Milozevik presiden Serbia yang terlibat dalam Genosida Bosnia [asumsi 4 march 2021] Ketika juru bicara Panitia Nobel Sastra ditanya soal kontroversi ini, dia menjawab, “Kami hanya menilai karyanya. Bukan yang lain” Dengan demikian keputusan Panitian Nobel Sastra tak dapat diganggu gugat siapapun. Kami hanya menilai karyanya. Bukan yang lain.

Beda Handke beda pula Merince Kogoya yang dipulangkan oleh penyelenggara lomba pemilihan Putri Indonesia pada 16 Juni 2025 karena ketahuan melambaikan Bendera Israel dua tahun lalu pada acara ibadah yang terekam pada media sosial.

Menjadi menarik adalah apa dasar memulangkan Merince padahal melambaikan Bendera Israel sama sekali tak ada hubungannya dengan pemilihan Putri Indonesia.

Apa saja kriteria peserta pemilihan Putri Indonesia ? Berwawasan luas tentang Pariwisata, Kebudayaan Indonesia, dan Lingkungan Hidup serta berpenampilan menarik, kecerdasan dan kepribadian yang baik, kemampuan berbahasa asing/Inggris, memiliki prestasi pada bidang tertentu [ringkasan AI]

Tentu saja tidak ada tentang Israel. Namun dapat dipahami kalau kebanyakan rakyat kita protes keras karena penderitaan rakyat Palestina. Bila ada sedikit saja benturan apapun bentuknya akan diprotes dengan keras.

Namun kita sebagai bangsa harus juga mampu belajar menggunakan akal sehat. Tidak sekedar emosi yang menggebu-gebu. Kita harus pula untuk mempertimbangkan dan membedakan dengan seksama dan menentukan dengan tegas batasan yang jelas antara dua isu yang sifatnya kontroversi. Dan berani mengambil posisi berikut keputusan berdasarkan azas logika.

Artinya pastikan pemilihan Putri Indonesia adalah berdasarkan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Bukan yang lain. Ini namanya keputusan profesional.

Tetapi kita sebagai bangsa Indonesia belum sampai pada kemampuan untuk memilah – milah antara kriteria obyektif pemilihan Putri Indonesia dan ketakutan terhadap masa di luar sana yang masih didominasi oleh emosi yang dipengaruhi faktor obyektif lain yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Pemilihan Putri Indonesia.

Diharapkan pada suatu waktu dimasa depan, Penyelenggara Pemilihan Putri Indonesia akan menjawab: Kami melakukan pemilihan berdasarkan Standard Kriteria Yang telah kami tetapkan terlebih dahulu. Bukan yang lain.

Bila ini terjadi, pertanda Indonesia telah bergerak maju ke arah – azas obyektivitas – dalam pola pikir dan tindak.
—————–
30 Juni 2025