Oleh Herry Tjahjono
–
Beberapa hari lalu, vila retret milik Maria Veronica dirusak.
Tak hanya tembok yang retak, kaca yang pecah, dan salib yang terhinakan – mungkin hati juga.
Tapi hari ini, dari reruntuhan itu, justru tumbuh cahaya.
Maria – yang menerima bantuan Rp100 juta dari KDM – tidak menyimpannya untuk diri sendiri.
Uang itu disalurkannya kembali untuk memperbaiki sarana umum, pun termasuk masjid dan mushola di sekitar lokasi.
Ini bukan cerita “biasa”, tapi tentang iman yang tidak membalas luka dengan amarah.
Ini tentang kasih yang tidak memilih siapa yang pantas diberi.
Maria telah menunjukkan bahwa cinta tak butuh identitas agama untuk bisa menyembuhkan.
Maria memilih memberi, bahkan ketika dirinya yang dilukai.
Maria memilih memeluk, bahkan ketika dunia memusuhinya.
Apa ini yang disebut:
“𝘑𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘮𝘱𝘢𝘳 𝘱𝘪𝘱𝘪 𝘬𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶, 𝘣𝘦𝘳𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯?”
Mungkin, lebih dari itu.
Maria tidak hanya memberi pipi kanan – ia juga memberi hatinya, seluruhnya.
Dan dari hatinya, kita belajar: bahwa kebaikan yang paling murni adalah yang tetap memberi meski sedang dicurangi.
Di negeri yang penuh luka karena identitas, Maria adalah suara sunyi yang membisikkan harapan.
Bahwa damai itu nyata, bahwa kasih itu (masih) mungkin.
Maria,
anda memang layak menyandang nama itu.