Oleh : Paulus Laratmase

Semy sapaan akrab sang jurnalis Semuel Nobel Batlolone dalam hitungan jam ke depan tidak lagi dilihat para rekan jurnalis di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Rasa kehilangan “Rekan Kerja” di lapangan menggugah nurani mereka ingin mengantarnya ke tempat peristirahatan abadi.

Semuel atau Samuel cerita Alkitab yang menggambaran bagaimana Hana dan Elkana yang tak kunjung dikaruniai moongan meski telah puluhan tahun menikah. Kendati begitu, mereka tidak putus harapan dan senantiasa memohon pada Tuhan agar memiliki keturunan. Tuhan pun mengabulkan doa mereka yang akhirnya Hana mengandung dan melahirkan seorang anak laki laki dan diberi nama “Samuel.”

Secara teologis, Samuel-Semuel atau Semy sapaan namamu, memiliki makna: anak laki laki yang bersinar, bercayaha, taat akan Tuhan. Ia tak ternilai harganya dan menjadi seorang pemberani bahkan anak lelaki yang memberi pertolongan, menjadi karnuia dari Tuhan dan memiliki kepribadian yang baik.

Rasa kehilangan para jurnalis Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dirasakan sebagai sosok Semuel  Nobel Batlolone, “Kanak Tanempar Ngamone,” seorang Putera Tanimbar Yang Baik semasa hidupnya.

Berbagai cara mereka tempuh, mencari angkutan demi seorang rekannya yang tidak akan pernah hadir di tengah-tengah mereka dalam tugas jurnalistiknya. Mobil TNI AD milik Kodim pun mereka tumpangi menuju tempat kelahiran Semuel Nobel Batlolone di kampung Latdalam, mengatarnya ke tempat peristirahatan terakhir.

Semua orang pasti mati. Semy Nobel Batlolone telah mendahului peristiwa itu sebagai sebuah batas. Kepastian ketiadaan semua orang termasuk rekan kerja Semy pada tatanan empirik, meninggalkan kenagan tersendiri yang sulit dilupakan.

Canda tawamu, ekpresi marahmu yang justeru tidak membuat orang takut, malah menertawakan gayamu yang ekslusif. Ekslusivitas dirimu yang unik itu, memberi kesan bagi kami semua, para jurnalis untuk selalu mengenangmu dalam cara pandang masing-masing.

Kehadiran rekan-rekan jurnalis sore ini, setidaknya mau bercerita pada semua orang, bahwa Semy… Ko orang baik (dalam dialeg Papua). Sekurang-kurangnya mereka hadir mewakili kami semua sebagai wujud “duka” pada ketiadaanmu sahabat kami “Semy.”

Doakan kami semua yang sering mengalami tantangan dan hambatan dalam tugas jurnalistik, saat bertemu dengan Tuhan Penciptamu. Yang pasti, suatu Ketika peristiwa ketiaadaan itu semua orang alami sepertimu dari caranya sendiri.

Selamat Jalan Sahabat…Semy… Senyumlah pada jumpamu dengan Penciptamu.

 

Dok. Foto