Lasan Silverius Bataona
–
Sulit untuk dibayangkan, apa jadinya keseharian kehidupan kita, jika Republik ini tak punya media massa atau pers. Keberadaannya yg begitu penting bagi bangsa dan negara, membuat Pers diakui sebagai Pilar keempat demokrasi, setelah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. UU no 40 thn 1999, menjabarkan peran Pers selaku pilar keempat ini yakni: (a) Memehuhi hak masyarakat untuk mengetahui (b) Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta mewujudkan kebhinekaan (c) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dgn kepentingan umum (d) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Peran penting pers ini merupakan implementasi dari pasal 3 ayat 1 UU No 40 thn 1999 tentang fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Bagaimana fungsi dan peran yang begitu penting dapat dilaksanakan, jika Pers berada di dalam iklim politik suatu negara yang represif dan alergi terhadap demokrasi? Disinilah pers membutuhkan suatu syarat mutlak, tak hanya untuk bisa tumbuh dan berkembang,tetapi juga untuk dapat menjalankan fungsi dan perannya secara maksimal, yaitu kebebasan pers.
Pasal 28 UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya, merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Terdapat hak-hak non eksklusif yang juga harus ada pada pers yaitu; Pertama, hak atas kemerdekaan berekspresi (the right to freedom of expression). Kedua, hak atas kemerdekaan informasi (the right to freedom of information), Ketiga, hak atas kemerdekaan berpendapat (the right to freedom of opinion). Secara khusus kebebasan berekspresi ditegaskan dlm pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Sebagai bentuk dukungan terhadap keberadaan, fungsi dan peran pers, Majelis Umum Peserikatan Bangsa Bangsa (PBB)telah menetapkan tanggal 3 Mei sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia (World Press Freedom Day). Perayaan hari pers sedunia dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, menghormati dan menjunjung tinggi hak kebebasan bersuara. Tema-tema perayaan hari pers baik di tingkat dunia maupun di tingkat nasional, umumnya selalu memiliki relevansi dan konteks problematika situasi terkini. Pada hari Kebebasan Pers sedunia 3 Mei 2024, tema yg diangkat menurut situs UNESCO adalah “A Press for the Planet Journalism in the Face of the Environmental Crisis” (Pers utk jurnalisme planet dalam Menghadapi Krisis Lingkungan). Sedangkan hari pers nasional tanggal 9 Februari 2024 mengambil tema “Mengawal Transisi Kepemimpinan Nasional dan Menjaga Keutuhan Bangsa”.
Apakah pers hanya menuntut kebebasan? Di mana jaminan akan adanya tanggungjawab pers? Pers secara universal termasuk nasional menganut prinsip teori tanggungjawab sosial. Dasar pemikiran teori ini adalah kebebasan pers harus disertai tanggungjawab kepada masyarakat. Menurut para penulis di Amerika yang mendukung teori ini pada jamannya, kebebasan yang telah dinikmati oleh pers Amerika Serikat harus dibatasi oleh moral dan etika. Setiap individu harus mengendalikan tindakannya dan mengakui batasan yang masuk akal atas kebebasannya.
Kebebasan juga harus dilaksanakan sehubungan dengan pengetahuan dan kebenaran, dan setiap pikiran atau tindakan harus diambil setelah pemikiran dan refleksi yang cermat. Terkandung disini sikap kritis, cermat dan hati-hati dalam mengelola publikasi pers. Namun tanggungjawab yang paling jelas dirumuskan pada Kode Etik Jurnalistik menurut UU No 40 tahun 1999: (1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kemanusiaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. (2) Pers wajib melayani hak jawab. (3) Pers wajib menghormati hak koreksi
Satu tahun penuh suka duka telah dilewati media online Suara Anak Negeri. Beratnya beban berbagai permasalahan masyarakat yang diperjuangkan melalui media ini, menimbulkan kesan sekilas seolah-olah media ini lebih tua dari usianya yg baru setahun. Teror dan intimidasi sering datang dari mereka yang bersalah atau yang bermasalah dalam suatu publikasi media, bahkan tokoh pendiri media ini Drs. Paulus Laratmase, S.Sos., M.M. pernah mengalami ditodong oknum aparat dengan pistol. Lama – lama dalam pengamatan Penulis, Suara Anak Negeri sudah lebih cerdas bermain, dengan mampu menempatkan diri dan perannya pada posisi yang tepat.
Terhadap berbagai persoalan politik,hukum, sosial dan ekonomi yang sensitif, Suara Anak Negeri lebih cenderung menunjukan komitmennya pada keadilan dan kebenaran melalui ulasan opini pemerhati, dibanding melakukan pemberitaan atas peristiwanya. Siapa yang berani melawan Konstitusi yang menjamin hak setiap warga negara untuk bebas mengeluarkan pikiran baik lisan maupun tertulis?
Disinilah letak kecerdasan strategi publikasi Suara Anak Negeri. Kemendagri pernah begitu keras dikritik ketika mengabaikan UU Otsus Papua saat mengangkat sejumlah Pj Gubernur Papua. Tak ada reaksi balik yang represif karena kritik melalui ulasan opini itu benar secara yuridis dan politik. Kemampuan media ini bersikap profesional membuat posisinya disatu pihak sebagai suara perjuangan nasib hidup dan kepentingan masyarakat Papua, tetapi di lain pihak sebagai mitra pemerintah pusat dalam membangun tanah Papua. Sebagai asset daerah sekaligus mitra pembangunan pemerintah pusat di tanah Papua, seharusnya media ini disubsidi secara reguler setiap tahun baik melalui APBD Kabupaten Biak Numfor, maupun APBD Propinsi Papua.
Suara Anak Negeri baru berusia setahun, tetapi perkembangannya sangat membanggakan. Hanya dalam setahun sudah lebih dari enam ratus naskah tulisan yang sudah dipublikasikan. Ada sumbangan-sumbangan opini dari tokoh-tokoh di tingkat nasional seperti DR. Denny J.A, Dosen-Dosen dari Atmajaya Jakarta, Parahiangan Bandung, UGM jogyakarta, Paramadina Jakarta,dan lain-lain.
Setiap publikasi resmi dari Kemendagri, Suara Anak Negeri tetap mendapatkan tag dari Kemendagri, sehingga media ini tetap mengikuti berbagai perkembangan terkini. Hal lain yang menggembirakan adalah tampilnya para dosen, pemerhati, akademisi, politisi dan tokoh-tokoh (agama, pendidikan, TNI Polri, dan lain-lain) dari tanah Papua, memanfaatkan Suara Anak Negeri untuk menyalurkan aspirasi dan pemikirannya. Maka media ini pun memiliki fungsi pendidikan, menjadi sarana uji kemampuan menulis dan berbicara bagi putra putri Papua maupun para pemerhati dari luar Papua. Tepat seperti kata Pepata Latin “Scribere scribendo, discendo dicere disces” (Belajarlah menulis dengan menulis, belajarlah berbicara dengan berbicara).