Berhari hari orangtua mahasiswa penerima bewasiswa Otus Papua baik mahasiswa yang sedang kuliah di dalam dan luar negeri, menurut Martha Deda, aktivis Perempuan Papua yang sehariannya bekerjasama dengan NGO lokal Papua melalui funding luar negeri melaksakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat lokal di Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat mengatakan, “… Ini sebuah tanda Tuhan sedang berperkara membuka tabir kegelapan penyaluran beasiswa yang selama ini sangat tertutup kepada publik”.
“Menkopolhukam Prof. Mahmud MD pernah membuat pernyataan bahwa Otsus dikirim ke Papua sangat besar tetapi korupsinya juga besar. Berangkat dari pernyataan ini, sejujurnya kami komponen masyarakat Papua selama ini tidak pahama dan Otsus, meminta untuk Otsus jilid I dievaluasi dulu sebelum negera memgambil kebijakan mengeluarkan regulasi baru terkait Otsus jilid II yang regulasinya sudah keluar dengan UU Nomor 2 Tahun 2021,” lanjut Martha perempuan Sentani yang sudah puluhan tahun mengabdi di Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk Wondama Papua Barat.
“BPSDM Provinsi Papua yang selama ini mengelola beasiswa Otsus Papau di seluruh kabupaten/ kota di Tanah Papua tidak memiliki validitas data yang lengkap mengindikasikan ada hal yang tidak beres. Kalau cat rumah kena ampas saja, jangan siram cat semua ke badan, Otsus (Orang Tambah Susah) bukan Orang Tambah Sukses,” Martah Deda sekedar menganalogi pemanfaatan beasiswa Otsus Paua dan berharap aparat penegak hukum seharusnya sudah mengambil langkah antisipasi.
Aktifitas hariannya, Martha Deda melatih cara bertani yang baik, cara memasarkan hasil pertanian bagi para petani di Teluk Wondama dan Manowari yang anak-anak mereka tidak pernah tersentuh dana Otsus, namun berkat kegigihan orangtua, hasil pertanian dapat dijual dan anak-anak mereka bisa kuliah di Unipa dan Uncen bahkan ke luar Papua seperti di Makassar. Kebanyakan dari anak-anak petani yang kuliah dari hasil pertanian orangtua yang dijual, kini sebagian telah sukses di dunia birokrasi, swasta bahkan ada yang telah sukses dalam dunia politik seperti lembaga legislative.
Martha lebih ekstrem lagi mengatakan, “Jika lembaga MRP sebagai representasi kultural masyarakat papua tidak mampu mengontrol pemanfaatan dana Otsus, sebaiknya dibubarkan saja, karena pemanfaatan beasiswa Otsus Papua, hanya salah satu indicator dari sekian kasus yang selama ini tidak pernah diperjuangkan oleh lembaga kultur ini. MRP lebih banyak memanfaatkan dana Otsus. Untuk itu lebih bermanfaat jika MRP dibubarkan dan dananya digunakan untuk menyekolahkan orang Papua, agar memiliki pengetahuan yang baik untuk kembali membangun Papua”.