Oleh: Esthi Susanti

Status saya kali ini mengekspresikan perjumpaan saya dengan agama Bahai dalam dialog teks dan pengalaman interaksi yang lain. Yang saya ambil sebagai contoh adalah pengalaman pemilu 2024 di mana kita terikat bersama dalam situasi dan kondisi yang begitu kompleks.

Dalam dialog yang terjadi maka saya menemukan bahwa tujuan manusia mengabdi pada Tuhan termanifestasi dari perumpaan yang disampaikan Yesus kristus tentang menjadi garam dan atau terang dunia. Dua peran itu saya gali dari Alkitab Kristen yang ada Matius 5:13-15. Bunyinya:”Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapak yang di sorga”.

Jadi pengabdi Tuhan bisa mengambil peran larut tetapi tidak kehilangan diri sebagai garam dan atau menjadi terang dengan ia tidak menyembunyikan diri. Ia menampilkan diri yang telah melalui olahan batin.

Kemudian dalam dialog dengan Ibu Nasrin, kami membahas ayat yang membahas karakter berani. Ayat ini membantu saya untuk fokus pada operasional sikap dan tindakan. Bunyi ayat itu adalah: ”Semoga Anda menjadi sumber penghiburan bagi yang patah hati. Semoga Anda menjadi tempat perlindungan bagi pengembara. Semoga Anda menjadi sumber keberanian bagi orang yang ketakutan. Dengan demikian, melalui nikmat dan pertolongan Tuhan semoga standar kebahagiaan umat manusia dijunjung tinggi di pusat dunia dan panji perjanjian universal dikibarkan”.

Jadi ringkasan pandangan dunia dari dialog tersebut adalah mengabdi Tuhan dengan cara menjadi terang dan garam dunia melalui mekanisme larut atau tampil sendirian. Dengan menjadi sumber penghiburan bagi yang patah hati, menjadi tempat perlindungan bagi pengembara dan menjadi sumber keberanian bagi orang yang ketakutan.

Dalam praksis pandangan dunia tersebut di masa pemilu 2024 yang terbagi menjadi 2 periode yakni periode pemilu presiden dan paska pemilu presiden. Pada masa pemilu presiden saya memilih menjadi terang dengan tujuan membangkitkan keberanian orang yang ketakutan. Dalam Persekutuan saya dengan Tuhan dan para pakar yang bicara di ruang publik lalu keluarlah insight bahwa presiden telah bertindak melampaui batas. Ia masuk ke dalam kesalahan besar yang terlihat dari perspektif etika moral.

Lalu pengamatan saya ekspresikan melalui puisi-puisi yang saya tulis. Harapan saya adalah ada yang berani mengatasi ketakutan yang ada. Secara intuitif saya melihat banyak orang yang ogah dan takut bicara meski mereka juga melihat kesalahan yang terjadi. Bagi saya ini adalah titik kritis di mana harus ada yang bicara dan tak biarkan penyelewengan dasar aturan hidup bersama yang dilakukan di depan hidung kita.

Pada periode paska pemilu presiden, saya memilih diam dengan larut mengamati pihak yang menang dan yang kalah dengan terus menguji pengamatan yang saya temukan. Bagi saya kebenaran sebenarnya adalah yang terpenting. Kebenaran dan diri sebenarnya terus ditemukan dalam laku spiritual yang dilakoni. Hingga kini sikap saya tetap sama yakni ada pelanggaran etika dan moral yang akan berdampak merugikan kehidupan berbangsa untuk jangka panjang nanti. Pelanggaran etika dan moral dilihat dari sejarah perjalanan bangsa yang tertuang tertulis maupun tidak tertulis.

Lalu sikap dan tindakan apa yang harus dilakukan sekarang setelah kebenaran intersubyektif yang dimenangkan pihak penguasa telah menjadi? Pilihan sikap saya adalah mendoakan yang menang agar bisa bersikap dan bertindak benar serta memenangkan kepentingan publik. Sekaligus mengambil posisi kritis dan masuk ke dalam barisan oposisi. Lalu yang ingin saya lakukan dalam insight spiritual adalah menjadi sumber penghiburan bagi yang patah hati.

Sebagai manusia adalah tidak mudah menerima kekalahan formal. Apalagi kita dibesarkan dalam peradaban petarung. Pada titik ini kita bisa menjadi kalap, emosional dan tidak produktif. Karena itu butuh kembali membersihkan roh agar bisa kembali terbang dan menjadi terang dunia. Saya bahagia adanya respon dari kalangan perguruan tinggi (para guru besar yang menjadi terang dunia dengan mau bicara di ruang publik) dan lembaga agama seperti yang dilakukan oleh Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan Seminari Pineleng dengan menyelenggarakan webinar mencerahkan warga dalam rangka memperingati ulang tahun lembaganya.

Sebagai catatan: Terima kasih banyak Pak Paulus Laratmase atas infomrasi webinar berjudul “Etika di Atas Hukum Positif?”. Pengetahuan intuitif saya telah mendapat validasi dari webinar tersebut.

Tindakan aksi paska pemilu presiden masih dalam pembentukan kerangka pemikiran. Aksinya sedang dalam proses yang disesuaikan dengan kemampuan yang bisa dikelola. Puisi rupanya masih harus dilanjutkan.